Rabu, 30 Maret 2011

tugas softskill - perekonomian indonesia (sulawesi tenggara)


SULAWESI TENGGARA

Sulawesi Tenggara adalah sebuah  di Indonesia yang beribukotakan Kendari.
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan dan 120°45' - 124°30' Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² (3.814.000 ha) dan perairan (laut) seluas 110.000 km² (11.000.000 ha).
Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dengan Bau-bau sebagai ibukota kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasar Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4 (empat) kabupaten, yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton dengan Bau-bau sebagai ibukota provinsi. Namun, karena suatu hal ibukota provinsi berganti menjadi di Kendari. Setelah pemekaran, Sulawesi Tenggara mempunyai 10 kabupaten dan 2 kota.
Nama Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Nur Alam (lahir di Konda, Sulawesi Tenggara, 9 Juli 1967; umur 43 tahun) adalah Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo ini menggantikan Ali Mazi. Dan Wakil Gubernur nya bernama Saleh Lasata

Jejak Sejarah Perekonomian Sulawesi Tenggara

Seperti diketahui, sejarah pertambangan nikel di Kabupaten Kolaka (sebagai mana diulas Harian Kompas) bermula pada tahun 1909 EC Abendanon, seorang ahli geolog asal Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Eksplorasi bijih nikel sendiri baru dilaksanakan pada tahun 1934 oleh Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij.

Pengapalan pertama 150.000 ton hasil tambang itu dilakukan OBM empat tahun kemudian ke negara Jepang. Nikel dimanfaatkan sebagai penyalut karena tahan karat dan keras. Percampuran antara nikel dengan tembaga misalnya, digunakan untuk membuat sendok dan garpu.

Dalam perkembangan sejarah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 1960 dan Undang-Undang (UU) Pertambangan Nomor 37 Tahun 1960, Pemerintah RI mengambilalih penambangan tersebut dan berdirilah PT Pertambangan Nikel Indonesia (PNI). Penambangan logam putih berlambang kimia Ni ini, kemudian terbukti memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Saat Sultra berupaya menjadi daerah otonom yang lepas dari Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), sumber daya alam Kabupaten Kolaka itu diyakini mampu menjadi sumber ekonomi untuk mengelola rumah tangga sendiri.

Wilayah di jazirah tenggara Pulau Sulawesi itu kemudian ditetapkan menjadi provinsi baru, melalui UU No 13/1964. Dalam logo provinsi yang berhari jadi tanggal 27 April ini terdapat warna coklat sebagai lambang tanah yang mengandung nikel di Kabupaten Kolaka. Waktu terus bergulir. PT Per-tambangan Nikel Indonesia di-merger dengan enam perusahaan negara lainnya seperti PN Logam Mulia pada 5 Juli 1968 dan berubah menjadi PT Aneka Tambang. Areal kuasa pertambangan di Pomalaa ini-yang mencatatkan sahamnya di pasar modal pada tahun 1997-luasnya 8.314 hektar. Selain bijih nikel, perusahaan ini juga memproduksi feronikel atau feni yang merupakan paduan logam antara nikel dan besi (fero).

Tahun 2008 dihasilkan feronikel sekitar 10.000 ton nikel dan sekitar tiga juta wmt (wet metric ton) bijih nikel. Bijih nikel dipasarkan ke Je-pang dan Australia. Sedangkan feronikel dalam bentuk batangan logam atau ingot dijual ke negara Jerman, Inggris, Belgia, dan Jepang. Harga jualnya ber-dasarkan pada harga logam internasional yang mengacu pada London Metals Exchange (LME). Feronikel hasil penambangan perusahaan yang ber-kantor pusat di Jakarta ini, tahun lalu dihargai 3,73 dollar Amerika Serikat (AS) per pon. Sedangkan untuk bijih nikel tergantung pada tinggi rendah kadarnya.

Layaknya produk tambang yang memiliki nilai jual tinggi seperti minyak bumi dan emas, negara lalu mengklaim nikel sebagai miliknya. Tidak mengherankan bila hasil penjualan ke-kayaan daerah berlambang burung raksasa ini lebih menggembungkan pundi-pundi uang pemerintah pusat dibandingkan kas daerahnya sendiri. Usaha pertambangan dan penggalian berada di peringkat keempat dari sembilan lapangan usaha yang ada. Kontribusinya pada tahun 2000 sekitar Rp 163 milyar atau 8,66 persen dari seluruh kegiatan ekonomi senilai Rp 1,9 trilyun.

Meskipun begitu, harus diakui, kehadiran badan usaha berusia 33 tahun ini menimbulkan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Dari kegiatan perusahaan ini di Pomalaa, setiap bulan kas daerah menerima pajak pemanfaatan air bawah tanah dan per-mukaan rata-rata Rp 30 juta. Jumlah kas juga bertambah dari perolehan pajak penerangan jalan sebesar Rp 100 juta per bulan.

Meskipun memiliki bijih nikel berkualitas ekspor, bahan tambang ini tidak lantas menjadi usaha terbesar Kolaka.

Pertanian merupakan lapangan usaha terbesar masyarakat kabupaten di bagian barat Provinsi Sulawesi Tenggara ini. Sektor ini mampu menyerap 76.734 orang tenaga kerja. Total kegiatan ekonomi yang dihasilkan tahun 2000 besarnya Rp 765,2 milyar. Dari jumlah itu, separuhnya diperoleh dari kegiatan usaha di bidang perkebunan. Lahan perkebunan kabupaten yang terdiri dari pegunungan dan bukit yang memanjang dari utara ke selatan, terbanyak di-gunakan untuk areal tanaman kakao.

Sayangnya harga jual kakao atau kokoa-sebutan lain untuk tanaman cokelat-tidak stabil. Setelah sempat mencapai harga Rp 28.000 per kilogram pada tahun 1998, harga kakao jatuh. Harga per kilogram tahun 1999 turun enam ribu rupiah. Setahun kemudian menjadi dua belas ribu rupiah per kilogram dan tahun 2001 hanya Rp 8.000.

Penurunan ini ditengarai karena berkurangnya permintaan akan komoditas kakao, atau dikarenakan ulah para pedagang yang kebanyakan datang dari Makassar dan Surabaya untuk memperbanyak keuntungan. Mereka membeli langsung hasil kebun itu dari para petani.

Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tenggara memiliki luas wilayah daratan 38.140 Km2 sekitar 75,36 persen merupakan kawasan hutan. Potensi tambang nikel mencapai 480.032 Ha. Aspal alam 13.120 Ha (680.750.000 ton cadangan/kadar bitumen 20%). Emas sekitar 230.200 Ha (kadar Au 10 PPM s/d 198 PPM) berada di Kabupaten Bombana, Kolaka Utara, Konawe Selatan dan Konawe Utara. Potensi minyak bumi di wilayah Kabupaten Buton, Buton Utara, Muna dan Wakatobi. Dijadwalkan tahun 2015 proyek raksasa ini akan direalisir dan sudah ditender melalui Kementerian ESDM di Jakarta.
Dari luas lahan tambang yang berada di Sultra, sekitar 44,12 persen merupakan kawasan hutan lindung dan 5 persen kawasan hutan konservasi. Gubernur Sultra, Nur Alam sangat optimis dalam mengelola potensi sumber daya alam tetap memperhatikan ke tersediaan potensi sumberdaya alam dalam rangka optimatisasi pemanfaatan secara berkelanjutan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara memperkirakan nilai ekonomi potensi sumberdaya tambang seperti nikel dalam bentuk ore deposit sekitar 97,4 miliar ton, aspal curah deposist 3,8 miliar ton dan emas diperkirakan mencapai 1,125 juta ton. Jika dirupiahkan mencapai Rp 300 triliun lebih.
Keinginan Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Nur Alam, SE menggali potensi kekayaan alam sebagai salah satu andalan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor ini, sangat realistis, namun keinginan itu belum sepenuhnya terwujud. Dari sepuluh Kabupaten/Kota memiliki kawasan pertambangan, tidak satupun daerah mencapai target pendapatan, bahkan jauh dari yang diharapkan.
Minimnya pendapatan asli daerah pada sektor pertambangan disebabkan banyak potensi tambang tertidur karena belum dijamah. Masih banyak pemegang izin usaha pertambangan (IUP) belum beroperasi. Selain itu, anjioknya harga nikel di pasaran dunia sangat mempengaruhi target pencapaian pendapatan asli daerah Sulawesi Tenggara.
Beradasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertambangan Prov. Sultra, hingga bulan September 2010 terdapat 239 (Dua ratus tiga puluh sembilan) pemegang IUP atau kuasa pertambangan (KP) di Sultra. Diantaranya 175 KP bergerak dibidang tambang nikel, 42 KP bergerak dibidang tambang aspal, 11 pemegang KP dibidang tambang emas, 3 KP dibidang tambang mangan dan 4 KP dibidang tambang batu kromit. Dari 175 KP dibidang tambang nikel baru ada 21 KP melakukan kegiatan penambangan termasuk realisasi ekspor, sedang dari 11 KP dibidang tambang emas baru ada 4 KP melakukan kegiatan. Investasi dibidang pertambangan memang memerlukan waktu dan biaya besar sehingga banyak pemegang KP berjalan pelan.
Selain itu, data Dinas Pertambangan Prov. Sulawesi Tenggara juga menyebutkan, PT. Aneka Tambang (Antam Tbk) merupakan perusahaan negara paling banyak menguasai lahan tambang yakni, 236.041 Ha yang terdiri dari (191.939 Ha emas dan 44.102 Ha nikel), baru ditambang sekitar 11.450 Ha nikel yang berada di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara dan Konawe Utara. Sementara PT. INCO (Investor Canada) menguasai lahan tambang di Sulawesi Tenggara sekitar 63.552 Ha berada di Kabupaten Kolaka, Konawe Selatan dan Kabupaten Buton. Baru ditambang sekitar 1.240 Ha dieklsploitasi dengan melakukan kerja sama dengan PT. Antam Tbk. Namun pendapatan sektor pertambangan masih sangat kecil. PDRB Sultra tahun 2009 disektor tambang hanya 4,28%. Sedang kontribusi sektor pertanian dan perkebunan lebih besar yakni 35,03% atas dasar harga konstan. Saat ini, sekitar 78,12% masyarakat Sultra merupakan petani, dengan menggarap lahan perkebunan kakao sekitar 280.000 hektar (87,15% berproduksi) dan sekitar 97,25 persen merupakan perkebunan milik masyarakat dan terbanyak di Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Bombana, Konawe, Konawe Utara dan Konawe Selatan. Diperkirakan rata-rata menghasilkan 1,2 ton perhektar. Luas areal persawahan di sekitar 654.200 hektar atau sekitar 86,15 persen berada diwilayah daratan. Rata-rata satu hektar menghasilkan sekitar 1,3 ton gabah kering giling (GKG).
Hasil kajian ekonomi Sulawesi Tenggara triwulan II Tahun 2009 lalu dilakukan Kantor Bank Indonesia Cabang Kendari, sektor pertanian dan perdagangan pembentuk Produk Demestik Ragional Bruto (PDRB) ekonomi Sulawesi Tenggara saat ini. BPS (Biro Pusat Statistik) menyebutkan, PDRB perkapita Sulawesi Tenggara dari 2005 sampai 2009 mencapai Rp.12.111.336.56 meningkat 13,33% dibanding lima tahun sebelumnya.
Bila melihat potensi sumber daya alam khususnya dibidang pertambangan, sangat realistis bila Sulawesi Tenggara dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pusat Industri Pertambangan Nasional (PIPN) sehingga program pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara “Bahteramas” akan lebih terwujud sebagai program pembangunan yang keberpihakannya terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat.
Hambatan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi sektor/subsektor/ komoditas yang potensial untuk dikembangkan di Propinsi Sulawesi Tenggara melalui penyusunan Daftar Skala Prioritas (DSP) Pengembangan Usaha Kecil dirinci sampai tingkat kecamatan dan penyusunan Daftar Komoditas Program Kemitraan Terpadu (DKPKT). Tujuan selanjutnya adalah untuk mengetahui arah dan kecenderungan perekonomian daerah dengan mengidentifikasikan keadaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia melalui identifikasi sektor/subsektor ekonomi atau komoditas potensial untuk dikembangkan di Propinsi Sulawesi Tenggara. Kecenderungan ekonomi dianalisis dengan melihat perkembangan sektoral untuk mengetahui sektor mana yang tumbuh dengan cepat serta memiliki potensi untuk berkembang di masa yang akan datang. Untuk mengetahui sejauh mana pertumbuhan suatu sektor disebabkan pengaruh sektor lainnya, terutama penekanaan pada peranan usaha kecil, dilakukan analisis keterkaitan antar sektor atau subsektor bidang ekonomi.
Hasil Penelitian Dasar Potensi Ekonomi (BLS) di Propinsi Sulawesi Tenggara, dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya Bank Indonesia dan Bank pelaksana di daerah, Pemerintah Daerah di Propinsi Sulawesi Tenggara, Sektor Riil dan Perguruan Tinggi yang ada di daerah ini. Pihak perbankan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan pengembangan usaha kecil dan pengembangan kredit usaha kecil di Propinsi Sulawesi Tenggara. Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Tenggara dapat menggunakan hasil penelitian sebagai bahan analisis dan masukan untuk menyempurnakan kebijakan dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah secara lebih terarah. Bagi Sektor Riil hasil penelitian ini merupakan informasi yang penting untuk pengembangan investasi usaha. Sedangkan bagi Perguruan Tinggi hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam penyusunan skripsi dan tesis serta kertas kerja lainnya.
Dalam penyusunan BLS, data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data produksi (sekunder). Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap para pengelola usaha kecil (pengusaha kecil) serta pimpinan dinas/instansi teknis, pemerintah daerah, perbankan dan BUMN/Swasta, sedangkan data produksi diperoleh dari Kantor Statistik, instansi pemerintah maupun buku laporan yang dikeluarkan oleh Dinas/Instansi di Daerah, lembaga-lembaga swasta dan pihak perbankan.
Usaha kecil - yang dimaksud dalam penelitian ini - sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2002 perihal Pemberian KUK dan Surat Edaran (SE) No. 3/9/BKr tanggal 17 Mei 2001 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK sebagai penyempurnaan terhadap ketentuan KUK dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau usaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar, milik WNI dan berdiri sendiri.
Jumlah pengusaha kecil yang dijadikan responden dalam penelitian BLS Propinsi Sulawesi Tenggara adalah 373 pengusaha kecil yang tersebar pada berbagai sektor ekonomi dan kecamatan contoh di daerah penelitian di Propinsi Sulawesi Tenggara. Kecamatan contoh sebagai sample daerah penelitian dipilih berdasarkan kondisi bahwa kecamatan yang bersangkutan merupakan konsentrasi semua sektor atau subsektor atau terdapat sebagian besar sektor/subsektor/komoditas yang tercakup di dalam studi BLS.
Kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian (kecamatan contoh) di Kabupaten Buton adalah Kecamatan Wolio, Betoambari, Lakudo dan Pasarwajo; di Kabupaten Muna meliputi Kecamatan Kabawo, Katobu dan Kabangka; di Kabupaten Kendari/konawe meliputi Kecamatan Unaaha dan Soropia; di Kabupaten Kolaka meliputi Kecamatan Kolaka, Pomalaa, Wundulako, Lamakato, Baula dan Wolo; dan di Kota Kendari terdiri dari Kecamatan Poasia, Mandonga, Baruga, Kendari dan Abeli.
Profil usaha kecil dianalisis berdasarkan data jumlah dan penyebaran usaha kecil beserta tenaga kerja yang terserap, kontribusi terhadap PDRB dan investasi yang ditanamkan dalam kegiatan usaha. Analisis peluang usaha kecil dilakukan terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan masing-masing instansi terkait, profil Kredit Usaha Kecil (KUK), kegiatan produksi dan pemasaran produk usaha kecil serta analisis keterkaitan sektoral.
Pembahasan potensi usaha kecil dilakukan melalui analisis kemampuan manajerial dan kewirausahaan pengusaha kecil di Propinsi Sulawesi Tenggara, yang dikaitkan dengan potensi usaha kecil menurut instansi terkait dan pihak perbankan serta mengidentifikasi kesempatan usaha kecil berikut faktor-faktor pendorong dan penghambat yang mempengaruhinya.
Dasar penentuan komoditas atau usaha kecil potensial adalah dengan melakukan kombinasi terhadap hasil analisis tiga data yang diperoleh, yaitu data produksi/unit usaha kecil (dari Kantor Statistik atau laporan instansi terkait), pendapat instansi terkait dan analisis data primer pengusaha kecil, sehingga diperoleh Daftar Skala Prioritas (DSP) yang dirinci menurut sektor/subsektor/komoditas sampai dengan tingkat kecamatan.
Dalam rangka penyusunan Daftar Komoditas Program Kemitraan Terpadu (DKPKT) dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap komoditas/unit usaha kecil dengan klasifikasi Sangat Potensial (SP) dan Potensial (P) dalam DSP. Penetapan daftar komoditas prioritas didasarkan atas beberapa variabel program kemitraan terpadu. Hasil Penelitian Dasar Potensi Ekonomi (Baseline Economic Survey-BLS) Propinsi Sulawesi Tenggara dituangkan dalam satu buku laporan utama yang diberi judul Prioritas Pengembangan Usaha Kecil, dilengkapi dengan buku Lampiran dan buku Ringkasan Eksekutif.

Produk Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara
Beberapa komoditi unggulan Sulawesi Tenggara, antara lain:
  1. Pertanian, meliputi: kakao, kacang mede, kelapa, cengkeh, kopi, pinang lada dan vanili
  2. Kehutanan, meliputi: kayu gelondongan dan kayu gergajian
  3. Perikanan, meliputi: perikanan darat dan perikanan laut
  4. Peternakan, meliputi: sapi, kerbau dan kambing
  5. Pertambangan, meliputi: aspal, nikel, emas, marmer, batu setengah permata, onix, batu gamping dan tanah liat
  6. Pariwisata



FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan Sulawesi Selatan antara lain :

1. Pertanian

2. Perkebunan

3. Peternakan

4. Perikanan            

5. Industri

6. Perdagangan

7. Pariwisata

8. Pertambangan

 

Kelompok 26

Helda Yulistyorini (23210191)

Rian Saputro (25260868)